Pendidikan secara umum dapat dipahami sebagai upaya memanusiakan manusia artinya pendidikan memiliki tujuan untuk memberi pengetahuan dan watak, mendidik manusia agar memiliki moral dan etika dan memiliki martabat. Dalam hubungannya itu pendidikana yang ada di Konkep di perhadapkan pada berbagai problem dengan dinamika kasuistik yang berdampak pada sistem pengelolaan yang kurang efektif, tingkat pemenuhan mutu dan tercapainya tujuan pendidikan secara holistik. Ini tentu menjadi tantangan dan pekerjaan rumah bagi pemerintahan Konkep khususnya Dinas Pendidikan dan Kebudayaan yang membidangi khusus tentang maju atau mundurnya tentang pendidikan yang ada di Wawonii. Pada beberapa komentar dan artikel yang saya baca terkait pendidikan yang terjadi di Konkep, pemerintah daerah dalam hal ini Dinas Pendidikan hanya mementingkan pembangunan fisik dengan orientasi proyek, tanpa memperhatikan faktor-faktor mutu dalam rangka peningkatan kwalitas anak didik yang arahnya tentu mencerdaskan manusia agar memiliki pengetahuan, skill, watak serta moral.
Dunia pendidikan Konkep sedang sakit karena tidak lagi memiliki jiwa untuk membangunkan semangat, watak dan karakter untuk memiliki harkat dan martabat, karena Pemerintah hanya mementingkan model model pendidikan yang menghasilkan untuk siap memenuhi kebutuhan zaman dan bukannya bersikap kritis terhadap zamannya. Manusia sebagai objek adalah wujud dari dehumanisasi yang merupakan fenomena yang justru bertolak belakang dengan visi humanisasi, menyebabkan manusia tercabut dari akar-akar budayanya yang tumbuh dan berkembang. Terbukti bahwa saat ini yang terjadi adalah demoralisasi masyarakat dalam tata pergaulan sosial yang jauh mementingkan egoisitas dan kepentingan kelompok secara brutal.
Bukankah kita telah sama-sama melihat bagaimana kaum muda zaman ini begitu gandrung dengan hal-hal yang berbau Barat? Oleh karena itu strategi pendidikan kita harus terlebur dalam “strategi sebuah sistem budaya kita yang sudah lama mengakar yakni kebudayaan Wawonii”,untuk tujuan filterisasi nilai-nilai budaya asing yang mereduksi tata nilai budaya dan tradisi yang kita bangun selama ini. Mampukah kita menjadikan lembaga pendidikan sebagai sarana interaksi kultural untuk membentuk manusia yang sadar akan tradisi dan kebudayaan serta keberadaan masyarakatnya sekaligus juga mampu menerima dan menghargai keberadaan tradisi, budaya dan situasi masyarakat lain?
Menjadi perhatian semua pihak terutama pemerintah daerah Konkep untuk segera melakukan langkah-langkah strategis dalam rangka membangun dunia pendidikan agar lebih bergairah lagi dan agar elaborasi sistematik antara budaya dan pendidikan menjadi satu paduan yang serasi untuk membentuk watak bangsa yant di dalamnya ada manusia terdidik dan memiliki etika dan moral untuk membangun bangsa ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar