Menelusuri jejak Menguak Rahasia Mutiara Pulau Wawonii




Rona senja yang merarak langit di ufuk barat, ketika itu bola matahari yang terlihat sangat jelas. sinar yang semakin redup berwarna maron, hendak berjalan semu perlahan masuk kedalam peraduannya. awan kelabupun berjalan perlahan pula hendak menutupi binar-binar cahaya di lengkung alam sebelah barat dari separuh pulau ini. Seraya dengan sebuah pikiran jernih dan imajinasi yang panjang mencoba merajut khayal pada layar yang mengembang damai, untaian nada- nada syahdu dari gemuruh jeritan alam tak pernah surut mengurai duka dengan dunia yang terbentang luas, bias – bias lentara pertapaan dari sederet ilusi dan khayal mengusung inspirasi megah di pulau ini, pulau sebiji kelapa atau Pulau Wawonii.

Betapa pikiran ini pun terbelah dan mengembang jauh, hendak kemana harus berjalan menyelami lubuk-lubuk yang indah, hingga akhirnya menemukan ngarai dilembah yang dalam untuk menatap asa. Betapa pemandangan dari panorama alam yang indah dan asri di Pulau ini, telah menyentakkan seluruh pesona dari kembang-kembang mutiara yang terhampar panjang, seraya menyatakan kekaguman yang wah.. sungguh luar biasa dan menakjubkan. Disana terpancar sinar keagungan yang melilit jiwaku dengan menyuburkan batang-batang usiaku yang tumbuh dan menjulang.
Dari segenap rasa haru dengan sebongkah keyakinan Cinta dari buai-buai harapan, akan kupersembahkan pada negeri yang teduh.

Pulau seribu air terjun yang menggetarkan jiwa dengan liku-liku perjalanan yang mengayun segala fikiran dan khayal diatas bahari nan indah. Sungguh sebuah imajinasi cinta telah mengantarkanku kemari untuk menetapkan sang waktu, dimana akupun harus tunduk pada lapis-lapis kemegahan, yang mengiringi langkah-langkah kecilku untuk menyertai hidupku dengan ranah tanah tepi yang membekas kakiku dengan tapak-tapak yang lebar.

Alangkah bahagianya hati ini, menatap alam penuh bintang dengan senyum-senyum menatap kehangatan di pulau sebiji kelapa, dimana akupun legah bahagia ketika kaki ini terperosok dalam di bumi yang menghampar luas dengan nyiur melambai jauh ditiup angin segar oleh laut indah nan dalam. Aku terkejut hampa, walau akhirnya aku sadar kalau aku telah terdiam lama pada sudut-sudut megah dengan panorama yang indah dan menakjubkan.
Riuh gemulai nan indah hingga tanpa terasa bibir pantai pelabuhan Langara pun seakan menyulap arah pandangan dengan mata terbuka untuk menatap lebih lama, pesona menarik dari pemandangan di pulau ini. Aku tidak hanya sekedar menatap bebatuan dari sebuah latar relief yang indah dan panorama yang asri, namun perlahan fikiranku melangkah serta dengan kaki yang keram karena terlalu lama duduk menikmati wisata perjalanan diatas bahari dengan kapal penyeberangan KM. SEMUMU.
Sungguh menakjubkan ketika mata memandang jauh dengan menyaksikkan fenomena nyata yang menyurut sabda alam untuk sebuah persembahan abadi di perjalanan waktu.

Inikah yang namanya pulau kelapa atau sebiji kelapa ? Inikah tanda keabadian yang indah ! atau inikah sebuah surga dari tiga dimensi alam yang layaknya negeri panorama dengan imajinasi yang kerap memancarkankan cahaya keindahan semerbak wangi, dengan suasana asri dan eksotik dari atas puncak yang rata atau gunung Waworete !.

Tak kuasa hingga pikiran ini melambung jauh dengan menapaki gairah dan semangat untuk memberi motivasi. Aku bingung dan akhirnya akupun berdiri sejenak disimpang tiga dekat Rujab Bupati. Pikiranku terbawa arus pada cerita orang tentang keindahan Pantai Kampa, Air terjun Tumburano dan Dermaga alam Tanjung Dompo-dompo yang konon merupakan magnet, daya tarik obyek wisata di pulau kelapa alias pulau Wawonii.

Aku harus kearah mana lebih dulu. Apakah harus kearah selatan menuju Tanjung Dompo-dompo ataukah saya mau kearah Tumburano untuk menyaksikan obyek wisata yang menjadi saksi bisu dari sebuah Legenda masa lalu. Namun kemudian sayapun memutuskan untuk memulainya dari pantai Kampa, karena disamping lebih dekat juga mengingat sisa waktu yang hari sudah menghampiri sore.

Waw.........! demikian indah panorama alam pulau ini yang Tuhan cipta, ini adalah surga bagi para pendewa kemegahan. Ranah yang asri untuk sebuah titipan hamba-hamba alam untuk berjalan mengitari sang waktu. Namun tanpa harus banyak membuang asa dengan sisa waktu yang berlalu, aku berusaha untuk dapat segera menyaksikan keindahan pantai Kampa, dengan perjalanan yang hanya memakan waktu 15 menit. Dan akhirnya akupun tiba bersama teman-teman dengan naik kendaraan roda dua atau ojek. Luar biasa... dan sungguh menakjubkan.

“ Nggai gampa yiru “ kata seorang teman dari komunitas etnis masyarakat Bajo mengistilahkannya. Yang artinya tidak gampang itu atau luar biasa itu. Pantai Kampa ternyata adalah sebuah permata indah, hamparan dari butiran mustika harapan yang menyentak dan merangsang setiap mata dan pikiran manusia untuk selalu berkunjung ke pulau ini. Pantai Kampa telah merubah pikiran dan alam khayal setiap orang untuk berimajinasi bak taman surga yang indah yang membuat harus tinggal lebih lama dan menetap.

Entah kenapa ....., hati ini terpaut jauh untuk menyelami keping-keping indah berserakan, serpihan mutiara dari cangkang anugerah yang tertanam diperut bumi pulau ini, namun seharusnya kita patut bersyukur dan berterima kasih pada Tuhan yang mencipta keindahan alam ini.

Pantai Kampa telah membius pikiran manusia, indah, eksotik dengan panorama bibir pantai yang memutih terseret ombak. Terumbu karang yang tersasak rapi menghias menawan diantara tumbuhan lunak coral yang mengibas pemandangan sepanjang garis pantai.

Alangkah bahagianya hati ini tatkala angin laut sepoi-sepoi basah berhembus kencang, angin yang membawa pesan keindahan dengan bias-bias kecintaan yang mencengkeram jiwa ini untuk tidak beranjak dari pembaringan.

Dari sederet agenda yang mestinya meminta untuk segera melangkah namun amat terasa sebuah kenikmatan yang sempurna telah menggenggam jiwaku sepenuhnya dan membawa ke alam bawa sadar dan halusinasi bahwa kita telah mencapai nirwana dan kesempurnaan, kita telah menikmati surga abadi tanpa beranjak selangkahpun dari pantai ini.

Walau demikian, Wawonii bukan hanya kampa. Masih terlalu banyak hal dari fenomena alam yang tercipta disini yang membuat orang takjub, sepanjang dari garis pantai 178 Km mengitari pulau ini, wawonii terlalu banyak menyimpan mustika, berkilau membias cahaya hingga Wawonii bersinar menerangi alam raya ibarat matahari. 

Menuju ke Pantai Utara 

Wawonii adalah benar-benar SURGA dari TIGA DIMENSI “ alam nyata, negeri panorama yang indah dan sangat menakjubkan, sehingga aku harus berjalan menyusuri pantai kearah utara untuk menemukan banyak rahasia tersembunyi dibalik alam pulau nan megah ini. Disana aku menemukan gua tengkorak tepatnya disuatu tempat yang namanya Laa Nangi. Dibawah telaga yang biru dengan air yang tenang dan jernih, konon telaga itu adalah milik seorang pendekar sakti di zaman kerajaan Wawonii tempo dulu yang bernama TIWOLU.

Tiwolu adalah sosok manusia raksasa yang tingginya kurang lebih 3 (tiga) meter dan suaranya menggelegar kayak petir menyambar angkasa. Ini luar biasa dan sangat menakjubkan. Betapa bisikan gaib telah mengantarkan ku untuk berkunjung di pulau ini, pulau anugerah yang tidak hanya pada potensi kandungan alamnya diperut bumi sesuai yang digambarkan beberapa teman, seperti tambang dan batuan serta komoditi yang lain. 

Namun pulau inipun adalah salah satu destinasi wisata terindah yang pernah saya datangi. Geliat untuk melihat lebih jauh tentang potensi rahasia yang ada dibalik pulau ini ternyata semakin membumbung, saya mencoba menelusuri pantai dan kampung tua hingga akhirnya saya memutuskan untuk segera ke salah satu obyek wisata paling menakjubkan dan mendunia. Letaknya di Desa Lansilowo Kecamatan Wawonii Utara ke arah selatan sekitar kurang lebih 5 Km.

Obyek wisata tersebut adalah Icon wisata satu-satunya yang memiliki cerita atau legenda masa lalu tentang kisah cinta sepasang kekasih yang tidak direstui orang tua dan terpaksa mengakhiri hidupnya dengan terjun ke jurang yang amat dalam bernama “ Air Terjun TUMBURANO “

Sungguh luar biasa, ini ibarat mimpi dalam cerita-cerita khayal imajinasi. Ini sebuah penggambaran nyata dan fakta alam sesungguhnya, dalam kisah-kisah penjelmaan gaib. karena itu kemudian membuat tempat ini menjadi legendaris ketika setiap orang sedang bercerita tentang kisah masa lalunya dari sebuah perjalanan cinta yang tak sampai. 

Tiba di Timur Laut 

Hari yang semakin cerah, mentari telah sepenggalan naik. Udara panas hingga membuat badan ini gerah kepayahan. Walau demikian tak membuat semangat untuk berjalan menelusuri jejak cerita keindahan wawoniipun menjadi surut. Memandangi biru angkasa dengan awan putih berjalan perlahan seakan berbicara dan meyakinkan untuk saya harus berjalan terus. Sehingga sekalipun dengan kaki yang tertatih-tatih dari sisa tenaga yang aku punya akhirnya melalui beberapa kampung akupun tiba pada sebuah desa yang amat bersejarah bernama LADIANTA. Desa tersebut adalah desa tua yang menjadi pusat pemerintahan kerajaan Wawonii dari Tangkombuno, sepeninggalnya Raja Wawonii ke VIII MBEOGA, yang di kuburkan di pinggir pantai DIMBA. 
Pantai Dimba

Di desa Dimba dan Ladianta ternyata banyak menyimpan situs peninggalan sejarah masa lampau ketika dahulu Wawonii masih berstatus sebagai kerajaan mandiri yang ibukota atau pusat pemerintahannya terletak di benteng Tangkombuno dengan istanya yang megah bernama Watuntinapi atau Batu yang bersusun.

Di dua Desa ini menjadi pusat budaya dan peradaban wawonii masa lalu setelah ada perintah untuk mengosongkan benteng Tangkombuno dan masyarakat atau sara harus memulai kehidupan dipinggir pantai dengan alasan bahwa negeri Wawonii sudah aman dari ancaman musuh oleh orang-orang Tobelo dan Belanda. Salah satu Tokoh terkenal ketika itu adalah BONTO LANDEHI. Beliaulah yang menginisiasi agar mayat Raja MBEOGA harus di semayamkan dipinggir pantai Dimba karena pertimbangan bahwa dengan turunnya masyarakat atau sara Tangkombuno ke pinggir pantai akan membuka wawasan berfikir baru masyarakat untuk berkomunikasi dengan pihak luar, agar Wawonii sebagai daerah pulau akan mudah berkembang dan maju. Alhasil ketika mayat sang raja MBEOGA turun dan ditetapkannya sekolompok masyarakat untuk tinggal menetap menunggu kuburan sang raja, maka kemudian masyarakat berangsur turun dan membentuk sebuah komunitas besar dan akhirnya menjadi kampung yang namanya DIMBA. Jadi Dimba menjadi kampung pertama yang berada di pinggir pantai yang ditandai dengan adanya kuburan Lakino Wawonii ke VIII atau Raja Wawonii.

Memang bicara wawonii terkait budaya, peradaban serta potensi pariwisata tidak ada habisnya, namun fokus pada hal-hal yang otentik tentang bukti-bukti sejarah sebagai warisan budaya tentu membutuhkan waktu dan kajian-kajian spesisifik oleh para ahli dibidang itu. Tentunya menjadi tugas dan tanggung jawab dari semua pihak terutama pemerintah untuk menggali, melestarikan dan mengembangkan nilai-nilai budaya wawonii menjadi jati diri dan martabat orang-orang wawonii sebagai bagian dari masyarakat budaya nusantara.

Selain benteng Kontara atau Tangkombuno ada pula benteng Wawolelu dan benteng Wawobuku yang menjadi benteng pertahanan pengintaian musuh yang datang dari laut. Semua itu menjadi potensi wisata arkeologi yang menjadi daya tarik dan perhatian tourizm baik lokal, nasional, regional bahkan manca negara. Bagi negara-negara yang pernah menjajah Indonesia seperti Belanda dan Jepang wawonii bukanlah daerah yang asing bagi mereka, karena mereka menetap lama terutama bangsa Jepang yang pernah tinggal di Munse sebagai pusat pemerintahan Distrik masa itu.

Ketika itu Wawonii di pimpin oleh Distrik ke 2 H. ISMAIL LAASADANA peralihan dari masa pemerintahan Distrik I (Pertama) H. Muhammad Gazali Taslim seorang ulama besar Wawonii dan pernah tercatat sebagai Lakino Wawonii ke X. yang dilantik oleh Belanda di Kesultanan Buton pada tahun 1901 yang ketika itu Wawonii masih berada dibawah kekuasaan Onder Afdelling Buton.

Potensi-potensi arkeologi yang ada tersebut merupakan bukti peradaban masa lampau sejak zaman pra sejarah, hal itu telah membuktikan bahwa sejak dahulu kala telah di temukan pola-pola kehidupan yang mengindikasi adanya permulaan peradaban sebelum manusia mengenal tulisan, yang ditandai dengan bukti-bukti peninggalan sejarah di kaki pegunungan Waworete, yakni tepatnya di ULU LAA atau Hulu Sungai.

Beberapa Toponimi dari tempat-tempat sakral yang menjadi bukti sejarah antara lain: “ TAPAWAWI (Tempat panggang babi), TIIMA ( Tempat turunnya manusia-manusia kayangan atau bidadari ) dan WAWODINI ( Bukit atau Tempat bersembahyangnya para JIN )“.

Sejumlah fosil telah mulai terkuak dan banyak ditemukan antara lain : fosil manusia purba, fosil bambu, fosil kelapa, fosil kayu hitam dll.

Fosil-fosil tersebut telah mulai terkuak perlahan, setelah orang ramai-ramai mencari batu akik yang kelak dijadikan permata cincin ataupun liontin. 

“ Kunci pintu” Benteng Tangkombuno" 

Dari sejumlah fenomena yang ada dan sempat diketemukan ada yang lebih menakjubkan dan menjadi sangat penting untuk diketahui yakni sebuah benda dari batu yang berbentuk Pulau Wawonii. Secara filosofis Benda tersebut dimaknai sebagai “ kunci pembuka “ pintu masuk Benteng Tangkombuno.

Benda tersebut juga merupakan ilustrasi makna cinta hakiki yang menyatu dari perpaduan rasa seorang laki-laki dan seorang perempuan, merupakan simbolitas perkawinan dari dua insan yang sedang memadu rasa cinta dan kasih sayang, sehingga tidak salah kalau pulau Wawoniipun melambangkan cinta atau Love, yang kemudian pulau ini dikenal dengan sebutan Pulau HATI atau Pulau Kebajikan. 

Pulau Wawonii adalah pulau yang banyak memiliki gelar antara lain : Pulau kelapa karena bentuknya yang menyerupai sebiji kelapa dan pulau inipun banyak ditumbuhi kelapa, pulau hati atau pulau cinta karena bentuknya pula seperti hati atau love, pulau akar tambang karena banyak memilki tambang, pulau anugerah karena banyak memiliki potensi sumber daya alam, pulau seribu air terjun karena banyak memiliki air terjun, pulau seribu sungai karena banyak memiliki sungai, pulau angker atau negeri guna-guna atau pulau titipan para dewa karena banyak memiliki ilmu-ilmu gaib. 

Mengungkap berbagai hal terhadap fenomena unik yang ada di Pulau Wawonii memerlukan waktu dan energi yang besar pula, namun KUNCI TANGKOMBUNO merupakan pembuka awal untuk berjalan membuka tabir rahasia alam di pulau ini.

Kunci itulah kemudian yang akan membuka tabir-tabir kealaman gaib yang ada di istana WATUNTINAPI dan Benteng TANGKOMBUNO sebagai warisan leluhur yang tersimpan sejak lama.

Sejarah telah mencatat pula bahwa untuk tegak dan majunya suatu bangsa atau negara, budaya dan peradaban menjadi pilar utama.

Jati diri sebuah bangsa terletak dari konstruk sistem budaya dan peradabannya. Karena itu untuk membangun sebuah bangsa dimulai dan berawal dari pembangunan budaya dan peradaban manusia atau bangsa itu sendiri.

Kita boleh melihat negara dan bangsa besar di dunia dapat berkembang pesat dan maju karena mempertahankan nilai-nilai budaya dan peradaban masyarakat dalam membangun bangsanya, seperti Amerika, Rusia, Inggeris, Jerman, Cina, Jepang, Korea, India, Mesir dll.

Hal tersebut menjadi referensi penting untuk membangun kebesaran Wawonii yang akan datang, karena Wawonii dimasa lalu merupakan sebuah kerajaan mandiri yang menyimpan banyak nilai-nilai budaya kebesaran yang dapat menandingi bukti-bukti kebesaran dari kerajaan yang ada dijagad ini. Sederet fenomena indah yang menghampar maupun potensi alam yang masih menjadi rahasia tersembunyi Wawonii ternyata menyimpan dan memiliki potensi anugerah wisata yang komplit dan mengundang decak kagum oleh sejumlah peneliti sejarah dan arkeolog. 

Dari sejumlah situs dan artefak yang sempat ditemukan menunjukkan bahwa dibumi Wawonii telah ada kehidupan masa lampau pada zaman pra sejarah atau zaman Neoliticum. Segala bentuk bukti peninggalan sejarah, budaya dan peradaban masa lampau baik sebelum maupun dimasa pemerintahan kekuasaan Kerajaan Wawonii masih tersimpan rapi di dalam benteng Tangkombuno, masih memerlukan waktu dan serangkaian syarat - syarat ritual adat untuk mengangkat sejumlah benda atau bukti sejarah tersebut. Namun yang menjadi persoalan adalah perlu segera dilakukan pelembagaan adat dan budaya asli wawonii dengan tidak mengadopsi budaya lain, sehingga kemudian akan mengangkat nilai-nilai kebesaran budaya dan masyarakat wawonii sebagai salah satu dari komunitas budaya nusantara yang memiliki martabat. 

Langara, 17 Februari 2016

WAWONII BERSINAR


Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Recent Posts

Contact Us

Nama

Email *

Pesan *