• Menelusuri jejak Menguak Rahasia Mutiara Pulau Wawonii

    Rona senja yang merarak langit di ufuk barat, ketika itu bola matahari yang terlihat sangat jelas. sinar yang semakin redup berwarna maron, hendak berjalan semu perlahan masuk kedalam peraduannya.

  • Dermaga Cinta

    Ku mulai jalan ini mengayuh biduk bersama cahaya rembulan di tengah purnama, walau diantara buih meniti samudera dengan semangat yang melambung jauh untuk menggapai harapan, alangkah kerinduan dengan jiwa yang menepi laut tak kuasa untuk melangkah sampai tujuan.

  • SEKAPUR SIRIH ( PESAN PERKAWINAN )

    Karena takdir sesuatu yang pasti akan terjadi Allah peruntukkan, entah kapan, dimana dan kepada siapa “ Jodoh “ itu Tuhan tunjukkan adalah sungguh menjadi rahasianya, namun itu pasti terjadi “

  • TAPUNO MASEKENO

    Toponimi sebuah tempat atau daerah selalu mendasarkan pada inspirasi atau fenomena dari kejadian atau peristiwa yang ada didaerah tersebut untuk menjadi nama atau penyebutan sebuah daerah lazim menjadi tempat atau daerah penghunian.

  • Membangun Pariwisata Konawe Kepulauan Berbasis Budaya

    Salah satu potensi yang sangat menjanjikan dalam rangka upaya menggali sumber-sumber pembiayaan pembangunan daerah di Kabupaten Konawe Kepulauan adalah sektor pariwisata.

FILSAFAT

TORA MEKARORONDO
DALAM PEMIKIRAN FILSAFAT KEWAWONIIAN

Pulau Wawonii terletak di jazirah Sultra bagian Timur dan merupakan wilayah Kabupaten Konawe Kepulauan. Pulau tersebut tergolong unik karena berbentuk “ HATI “ atau Love (Cinta), sehingga pulau itu sering di juluki dengan pulau Hati atau pulau cinta.
Bentuk“ HATI atau Love “ pada pulau itu merupakan simbolitas yang memiliki makna hakiki serta kandungan energi mistisisme yang membimbing spritual manusia kearah kebajikan. Sehingga setiap manusia yang mendiami pulau tersebut memiliki getaran rasa, kasih sayang dan cinta yang lahir secara ekspresif untuk memaknai simbol-simbol realitas itu terhadap kecintaan, saling mengasihi dan menyayangi antar sesama dan terhadap lingkungan alam pulau itu. Dengan rasa itu manusia memiliki pandangan yang menentukan arah terkait harmonisasi, ketenteraman, kedamaian dan kebahagiaan hidup yang akan di lauinya. Hati menjadi simbolitas yang harus di terjemahkan lewat sikap, gerak dan tindakan melalui jalinan hidup dalam kehidupan sehari-hari untuk menyatakan “ Cinta dan Kebajikan “. Sehingga untuk mengurai makna-makna hakiki terhadap kandungan hati tersebut secara mendalam, tentu saja kita akan masuk pada ranah kajian filsafat dan logika. Tuhan menjadikan pulau Wawonii sebagai pulau anugerah, pulau berkah yang memiliki seabrek potensi menjadi primadona, untuk kesejahteraan yang amat menjanjikan bagi setiap penghuninya. Sehingga oleh setiap orang yang berdiam di sana telah memiliki rasa (hati) untuk mencintai pulau tersebut sebagai anugerah besar yang harus di lindungi untuk kepentingan kemaslahatan masyarakat secara komprehensip.
Untuk melindungi kepentingan yang besar tersebut setiap manusia Wawonii memiliki pemikiran dan pandangan yang sama, untuk memahami nilai-nilai sosial yang tumbuh agar menjadi pedoman spritual yang mengikat, untuk menunjukkan arah yang akan di capai oleh sebuah komunitas manusia dalam konteks budaya dan peradaban. Sehingga pada masyarakat Wawonii tumbuh sebuah predikat tata nilai yang di sebut dengan “ TORA MEKARORONDO “ atau Hidup saling menyayangi sebagai frasa yang memiliki nilai yang amat tinggi dan perlu pengkajian mendalam secara filosofis antropologis. Walau demikian dalam memaknai frasa “ Tora Mekarorondo “ dalam konteks filsafat teramat perlu kita melihat dan memahami kaitan antara pulau Wawonii dan filsafat?
Filsafat berasal dari kata Philia yang berarti cinta dan Shofia yang artinya Kebijaksanaan. Pulau Wawonii yang berbentuk " Hati " telah menyimbolkan keduanya, antara cinta dan kebijaksanaan. Kedua hal tersebut menjadi wilayah hati untuk menterjemahkan rasa dalam ekspresi yang mengandung nilai-nilai spritualitas sejati. Dalam tatanan kehidupan antar manusia Wawonii yang terdiri dari berbagai corak dan karakter, hasrat dan keinginan yang beragam, namun berada pada satu bingkai kesatuan budaya dan peradaban, adat istiadat dan tradisi serta, kesatuan bahasa. Maka muncul kecerdasan spritual manusia Wawonii untuk sebuah pandangan kesederhanaan tentang kehidupan yang di dasari dengan nilai-nilai sosial tradisi dan adat istiadat menjadi “ Kepribadian Wawonii “.
Atas dasar pemikiran dan kesatuan pandangan manusia wawonii dalam sebuah tataran kehidupan untuk membentuk kesatuan budaya dan peradaban dalam satu kesatuan pulau yang berbentuk hati, maka muncul Filsafat ke Wawonii an yang di sebut “ TORA MEKA RORONDO “. Yakni faham atau ajaran MONO TRIASISME sebagai pandangan pemikiran yang mendasarkan pada 3 (tiga) esensi dasar kehidupan yakni
1. Mekadampangi ( saling Peduli )
2. Mekapotorai ( saling menghidupi )
3. Mekakokolaro ( saling mengasihi ).
Ketiga unsur dari ajaran tersebut merupakan satu kesatuan tunggal ( Mono Triasisme ) pandangan terhadap sikap dan tindakan manusia sebagai hakikat kodrat pribadi manusia dalam pengabdiannya di atas bumi ini, sebagai makhluk individu, makhluk sosial dan makhluk Tuhan yang memiliki misi penting yakni untuk kemakmuran bumi dan saling menyayangi antar sesama manusia. Sehingga ajaran ini dapat di sebut sebagai “ Ajaran kasih sayang “ dalam filsafat Psykologi, namun pada aspek yang menyangkut segala kehidupan manusia dapat melakukan interaksi sosial terhadap berbagai aktifitas hidupnya, hingga pada wilayah ini dapat melahirkan filsafat nilai atau Aksiologi.
Sebagai bagian dari misi penting itu maka manusia yang berdiam di Pulau Wawonii atau pulau hati telah Tuhan peruntukkan, memiliki kepekaan rasa, cinta dan kasih sayang serta bijaksana untuk mengurusi kemakmuran, kesejahteraan, kedamaian, ketenteraman serta kebahagiaan hidup bagi seluruhnya yang berdiam di pulau itu. Setiap manusia Wawonii menginginkan hidupnya dalam keadaan baik, sejahtera dan bahagia. Untuk mencapai tujuan itu di perlukan suatu sitem pemikiran yang sesuai dengan hakikat manusia dalam kehidupannya, maka lahirlah pandangan-pandangan filosofi lokal kewawoniian seperti " KAI TORA INIA KATO TORA ", Susamiu Susangku Toramiu Torangku, Mesepe Kato Ombole, Meumpu Kato Ondau, Mepida Kato Malanga, Meboke kato moroso, serta Itaho Topekandai Metaga ronga Mebose Tepobungku dan lain-lain. Semua itu merupakan Glosarium Hikmah dan memiliki kandungan makna hakiki yang harus di urai dalam aplikasi kearifan lokal dan di terjemahkan dalam kehidupan sosial kemasyarakatan baik dalam kehidupan sebagai individu, kelompok/komunitas maupun dalam masyarakat global. Pemikiran ini adalah argumentasi ungkapan/pernyataan, sikap maupun tindakan dalam kehidupan sehari-hari sebagai indikator manusia yang memiliki karakter, kebajikan, etika serta moral, dalam tatanan kehidupan manusia secara universal untuk menemukan Jatidiri nya yang utuh.
Mono Triasisme ajaran tersebut ( Mekadampangi, Mekapotorai, Mekakokolaro ) bagi masyarakat adat Wawonii, merupakan nilai-nilai dasar yang tumbuh dan berakar sebagai tatanan budaya, adat dan tradisi sebagai pilar utama yang memperkokoh sendi-sendi ajaran kehidupan manusia untuk mencapai kebahagiaan dan kesejahteraan. Mekadampangi memiliki pesan moral dan esensi ajaran bahwa manusia harus menjalin hubungan silaturrahim yang luas, mengembangkan tata pergaulan antar sesama, perhatian dan saling peduli sebagai keluarga dalam tanggung jawab kemanusiaan yang sama, karena manusia memiliki esensi yang sama yakni hamba Allah yang di beri tugas dan amanah yang sama sebagai khalifah fil ardh untuk memakmurkan bumi . Sehingga di antara manusia harus saling membantu ( mekatulungi) dalam hidup dan kehidupannya dan agar setiap beban tanggungjawab hidup merupakan tanggungjawab kebersamaan di antara sesama manusia.
Mekadampangi merupakan sifat realitas manusia sebagai makhluk sosial untuk hidup saling ketergantungan dan saling membutuhkan dengan sesamanaya, sehingga manusia harus selalu menjalin hubungan yang harmonis antar sesamanya untuk hidup rukun, tenteram dan damai. Manusia juga harus mengesampingkan sifat egois atau ke akuan pada dirinya, karena manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa ketergantungan dengan yang lain yakni “ Manusia lain (masyarakat), alam dan Tuhan “
Pemikiran filsafat kewawoniian mendasarkan pada filsafat agama, yang memiliki unsur-unsur kepercayaan spritual, karena dimana pada zaman lampau sekitar abad ke 16 Masehi Pulau Wawonii menjadi basis Islam (pintu masuk islam ) pertama sebelum ke daratan Kendari. Hal ini telah membuktikan bahwa Pulau Wawonii di masa lalu merupakan “ HATI “ pengembangan islam yang menjadi ajaran cinta dan kebajikan. Munculnya pemikiran-pemikiran filsafat kewawoniian tidaklah mengherankan, karena di samping agama sebagai basis ajaran dalam tatanan kehidupan untuk saling bersilaturrahim, saling menghidupi atau saling memberdayakan agar memiliki kelayakan hidup juga menciptakan kondisi sosial yang harmonis untuk saling mengasihi, menyayangi dan saling mencintai antar sesama manusia
Share:

SEKAPUR SIRIH ( PESAN PERKAWINAN )



Sekapur Sirih

“……..karena takdir sesuatu yang pasti akan terjadi Allah peruntukkan, entah kapan, dimana dan kepada siapa “ Jodoh “ itu Tuhan tunjukkan adalah sungguh menjadi rahasianya, namun itu pasti terjadi “
Menyusun sepuluh jari di bawah dagu dan hendak meletakkannya di atas dada, seraya menundukkan kepala sebagai tanda permohonan maaf pada kedua orang tua, sanak keluarga dan teman-teman semuanya, karena pada hari ini hanya itu yang saya mampu lakukan di tengah semarak hari bahagia ini.
Aku sadar setelah semuanya terjadi, hari ini sebuah kemasan suci telah mengantarkan aku pada sebuah momentum peristiwa sacral yang mengakhiri masa-masa kesendirian yang selama ini ku alami, walau semua menyisakan pesan duka yang dalam, menyayat pada dinding-dinding sukma yang perih, karena telah memisahkan telangkai ikatan hati suci yang kokoh, jiwa yang tulus pada sanubari yang indah dengan kedua orang tua yang telah melahirkan, membesarkan dan menjadikan aku dewasa hingga mengantarkan aku bahagia pada hari ini. Sungguh suatu hal yang tak mungkin aku akan bisa membalas atas semuanya, kecuali dengan mengharapkan atas doa dan anugerah Allah yang kelak memperutukkannya.
Hari yang kutunggu itu telah datang, waktu yang kudambakanpun telah tiba, hingga saat semuanya telah tertumpah ruah pada hari ini. Senyum indah gelak tawa bahagia,  kesedihan hingga tetes air mata yang meleh dan membasahi pipi, telah membuat hari ini menjadi semarak dengan suasana indah  yang mengharukan buat kita. Tak ayal dengan waktu yang mengisahkan cinta larut pada persemaian jiwa di tengah himpitan sanubari seraya berkata :
“ dengan air kita belajar ketenangan, dengan batu kita belajar ketegaran, dengan tanah kita belajar kehidupan, dengan hati kita belajar kesabaran dan dengan jiwa kita belajar keikhlasan “ 
Bukan dengan sebab pernikahan kita berpisah, bukan akibat perpisahan kita bercerai berai, namun dengan pernikahan mengandung hikmah besar untuk menjalin ukhuwah islamiah yang dalam, merajut tali kasih yang indah serta memupuk rasa kekeluargaan yang damai dan menyenangkan.
Wahai ibu dan ayahku, biarkanlah aku pergi memulai jalanku, memenuhi hasratku dan mengejar impianku dalam bingkai “ rumah tangga bahagia “
Sembah sujud kupersembahkan segalanya atas doa-doa suci
Dariku “ Anakmu Tersayang “ Aisyiah.



SEKAPUR SIRIH
BAHAGIA TERASA KITA SEMUA PADA HARI INI, DITENGAH KHALAYAK DAN SANAK KELUARGA YANG TURUT MENYAKSIKAN DALAM SEBUAH PERISTIWA SAKRAL YANG SUCI. PERNIKAHAN ADALAH SUNAH RASUL YANG HENDAK KITA TUNAIKAN SEBAGAI AMANAH HIDUP YANG MULIA.
WAHAI ANAKKU “ AISYIAH “
SUAMI YANG TELAH MENIKAHIMU TIDAKLAH SEMULIA MUHAMMAD, TIDAKLAH SETAQWA IBRAHIM PUN TIDAK SETABAH YA,KUB, NAMUN SUAMIMU HANYALAH PRIA AKHIR ZAMAN YANG MEMPUNYAI CITA-CITA UNTUK MEMBANGUN GENERASI BARU YANG ISLAMI DAN KETURUNAN YANG SHOLEH.
INGATLAH ….PADA PERNIKAHAN MENGAJARKAN KITA KEWAJIBAN BERSAMA
JIKA SUAMIMU ADALAH NAKHODA UNTUK MELAYARKAN BAHTERA, MAKA KAU ADALAH NAVIGATORNYA. JIKA SUAMIMU ADALAH SEBUAH ISTANA YANG INDAH, MAKA KAMU ADALAH PENGHUNINYA DAN JIKA SUAMIMU ADALAH SEORANG GURU YANG BIJAK, MAKA KAMU ADALAH MURIDNYA YANG PATUH DAN TAAT.
DAN SEANDAINYA SUAMIMU LUPA KARENA IA HANYA MANUSIA BIASA, MAKA BERSABARLAH SELALU UNTUK KAMU SENANTIASA MEMPERINGATINYA.
WAHAI ANAKKU “…………………………………………… “
ISTRI YANG HENDAK KAMU NIKAHI, TIDAKLAH SEMULIA KHADIJAH, TIDAK SETAQWA AISYAH PUN TIDAK SESABAR FATIMAH.
ISTRIMU HANYALAH WANITA AKHIR ZAMAN YANG PUNYA CITA-CITA UNTUK MENJADI ISTRI YANG BAIK DAN SHOLEHAH.
INGATLAH……….PERNIKAHAN MENGAJARKAN KAMU :
JIKA ISTRIMU MENJADI TANAH YANG SUBUR, MAKA KAMULAH YANG HENDAK MENANAMI DAN MEMELIHARANYA, JIKA SEANDAINYA ISTRI MU ADALAH TULANG YANG BENGKOK MAKA BERHATI-HATILAH KAMU HENDAK MELURUSKANNYA. KARENA KAMU SIMBOLITAS ADAM DAN ISTRIMU ADALAH HAWA YANG KEDUANYA DIKIRIM KEDUNIA UNTUK MENYEMPURNAKAN ATAS KEKURANGAN DI ANTARA KALIAN.
MAKA BINALAH RUMAH TANGGA KALIAN DENGAN TULUS IKHLAS UNTUK MENGARUNGI GELOMBANG KEHIDUPAN YANG AMAT DAHSYAT, HINGGA KALIAN DAPAT MENCAPAI PADA PULAU HARAPAN, PANTAI BAHAGIA DAN KEDARAT SEJAHTERA.
Share:

RENUNGAN HIDUP



Renungan Hidup

       Setampuk jiwa yang bergetar, oleh sukma yang bertasbih menyentuh nurani, menyingkap tabir kehendak dengan bias-bias kebenaran hakiki. Raga yang mengelus penyesalan seraya tunduk pada sikap pribadi yang rendah dan bijak, sebuah persembahan yang jauh menyurut kesalahan, hingga keangkuhan duniawi tercipta pada sisi-sisi hidup manusia. Walau manusia terlahir dari sosok yang sempurna, namun kadang tanpa sadar telah tunduk pada penyimpangan perilaku yang naif, karena petaka arus zaman yang berliku hingga ucapan membias keraguan tanpa kehendak yang nyata. Namun sikap telah menggoyang keadaban tanpa sadar kalau kita telah terinjak-injak oleh hegemoni perilaku tanpa etika dan moral. Sesungguhnya kalau kita mendalami akan filosofi hidup manusia bahwa kita datang tanpa apa-apa dari pintu yang sempit “ rahim ibu “, namun oleh anugerah Allah yang telah mencipta manusia menjadi keadaan yang sempurna. Allah memberi dua mata tapi tidak melihat, memberi dua telinga tapi tidak mendengar, namun hanya memberi satu mulut tapi terlalu banyak berbicara, sehingga Allah menarik dengus nafas secara perlahan hingga menjadikan raga ini kaku terkujur yang namanya kematian. Pada alam yang terbentang luas mestinya manusia harus bisa menyelami samudera hidup, manusia harus berani mengungkap kebenaran, dan nurani harus berani berkata jujur sesuai dengan bisikan qalbunya. Tapi apakah manusia mau melakukan semua itu untuk mengingkari kehendak rasionya yang mengendarai jiwanya untuk mengatakan tidak. Niscaya itu sebuah teka teki yang selalu mengusik pada benak kita untuk menentukan sikap dan tindakan yang bijak dalam kehidupan yang nyata. Semua akan jelas dan terbuka ketika kita lewat pada pintu-pintu ketulusan, jendela keikhlasan serta pada ruang-ruang keagungan, yang disana manusia akan di periksa dengan seksama tentang kesucian jiwanya dan terhadap sikap dan perbuatan yang ia bawa dalam bentuk sebuah amanah baginya. Allah akan menilik helai nafas yang masih tersisa untuk dihadapkan pada pemilik kekuasaan atas alam ini seluruhnya.
       Dengan batang-batang usia yang sudah tinggi dan mulai uzur, seharusnya menyadarkan kita betapa ilustrasi alam yang Allah cipta adalah sesungguhnya merupakan esensi kebenaran yang di permaklumkan untuk mengingatkan kita akan kemaha kuasaan Allah yang tiada tandingannya. Namun manusia latah, angkuh dan sombong karena menganggap dengan kemampuan nalarnya ia bisa mengadakan segala sesuiatu yang di kehendakinya, sementara ia lupa bahwa ia hanya di beri titipan kehendak dari pikiran dan nalar baginya adalah sesuatu yang diciptakan Allah untuknya, agar ia mau memahami tentang alam dan kehidupan yang luas sesuaai tuntutan amanahnya. Berbagai fenomena alam raya yang Allah cipta, adalah bentuk penggambaran kepada kita bahwa di balik ciptaan itu senantiasa ada hikmah besar yang tersingkap sebagai pelajaran untuk kita maknai, kita terjemahkan pada latar kehidupan yang kita jalani sebelum datangnya sebuah hari kematian yang sudah mulai mendekat dan pasti. Mestinya akal rasional kita dapat menangkap tentang gejala-gejala kehidupan itu, karena Allah telah membuka ruang dan waktu dengan kunci-kunci penalaran manusia, agar manusia mau berfikir terhadap hidup dan esensi keberadaannya ia di lahirkan. Langit membentang luas dan di tinggikan begitu kokoh tanpa dinding dan tiang penyangga, berjuta bintang yang berkedip dimalam hari bercahaya tanpa sentuhan tangan manusia dan rekayasa teknologi olah pikir manusia, lalu pada bola matahari yang bersinar dan memberi energi kehidupan adalah sebuah keajaiban besar yang Allah cipta sebagai jawaban bahwa manusia hanyalah sebagai ciptaan kecil dan terbatas yang tiada arti apa-apa kecuali hanya dengan mengandalkan kesombongan yang ia punya. Tapi mengapa manusia masih latah, sombong dan angkuh serta membanggakan akan sebuah kreatifitas dirinya sebagai hasil ciptaannya sendiri? Padahal tanpa ia sadari bahwa pada raga kemudian yang ia gunakan untuk beraktifitas adalah berdasarkan kehendak ruh yang ia sendiri tak mampu mengenalinya.
       Demi pada konsekwensi penghambaan mestinya manusia meluruskan niatnya, sikap serta perbuatannya di antara tanggung jawab dan amanah yang di bawanya. Manusia harus melakukan pembimbingan jiwa untuk mencapai taraf-taraf kemuliaan diri serta martabatnya. Namun jika kehendak yang di bawanya larut pada kebendaan duniawi, nilai materialistik dan sikap hedonisme sejati maka dengan pasti manusia akan terpuruk pada dasar kemungkaran yang akan menimbulkan bencana bagi dirinya. Sungguh dengan iradat yang Tuhan beri dan pada fatwa yang benar, maka pintu anugerah kelak membawanya pada sebuah ketegasan yang nyata dalam kesatuan tunggal antara kesatuan perkataan dan perbuatan, antara kesatuan sikap dan tindakan yang di lakukannya dan kesatuan antara niat dan perilaku berdasarkan  seluruh kehendak pada ketulusan nuraninya. Maha suci Allah yang telah menciptakan jiwa dan raga dalam sebuah kesatuan tunggal, hingga manusia memperoleh buah kebajikan pada alam perlindungan yang Tuhan cipta, terhadap cahaya keimanan yang Tuhan peruntukkan sebagai penerang untuk mencapai kehadiratnya. Walau saja nurani bicara dalam kepastian yang sesungguhnya tapi manusia dapat memperoleh predikat yang agung dan mulia, karena pada intensitas diri yang bertasbih pada kebenaran akan menunjukkan betapa manusia memiliki martabat, kejujuran dan hikmah dari binar-binar cahaya iman yang terpancar pada hakikat ma’rifat yang tertanam dalam jiwanya.
Sungguh keabadian yang sempurna adalah nilai-nilai taqwa yang tertancap kukuh pada jiwa-jiwa yang suci dan manusia sebagai hamba patut membuka ruang-ruang qalbu sebagai tempat terbitnya cahaya iradat yang Allah cipta dan meliputi segenap raga sekalian yang utuh.       
Tapi mengapa manusia rapuh dalam pendirian? dan mengapa pula manusia lalai dari kodrat nuraninya untuk menyatakan benar ataupun salah ? Pertanyaan tersebut di atas adalah ungkapan perasaan yang hakiki dalam sebuah ideologi jiwa, dimana pada taraf kondisi kepribadian manusia yang rendah dan labil maka menyebabkan tingkat fluktuasi emosional manusia akan terjadi. Sehingga bentuk-bentuk penyimpangan pada diri dalam wujud tindakan dan perilaku maupun pada bentuk ketetapan pikiran yang selalu berubah-ubah. Manusia dengan kecenderungan berfikir materialistik dapat menghamba pada loyalitas duniawi karena hegemoni terhadap kebutuhan manusia yang mendewakan kebendaan materiil. Betapa sulit bagi manusia untuk menampik, mengelak dan bahkan menghindarinya, karena ia telah terperangkap pada dimensi materialisme global dengan alasan kepentingan kesejahteraan.
Walau manusia sebagai insan yang lemah dan naif dapat di beri predikat mulia baginya, karena pada manusia di beri dua unsur potensi sekaligus yakni akal dan hati. Dengan akal manusia di beri nalar untuk berfikir analitis dan dengan hati manusia di beri jiwa untuk memaknai hidup dengan sifat-sifat atas kodrat kemanusiaannya. Jika di antara keduanya dapat berjalan seimbang dan padu maka sungguh predikat mulia itu dapat memberi makna identitas hidup yang benar dan bahwa manusia sebagai makhluk sosial dapat memiliki martabat yang tinggi untuk memegang amanah kemaslahatan bagi semuanya. Karena itu manusia telah memeiliki potensi fitrah kesucian untuk menjadi pewaris alam ini sekaligus khalifah fil ardh untuk memeliharanya. Namun dengan memiliki sifat lemah dan pelupa itu sangat manusiawi, sehingga manusia dapat di permaklumkan bahwa untuk menyatakan benar atau salah adalah sebuah pilihan dari konsekwensi jiwa yang harus ia terima dalam menentukan sebuah nilai hidup. Karena itu dalam filsafat hidup manusia, konsistensi, integritas, keteguhan dan prinsip moral  serta ideologi yang kuat adalah kenyataan kehendak bathiniah sebagai nilai-nilai moral kebenaran atas eksistensi kehambaan manusia sebagai makhluk Tuhan yang memiliki akidah serta tauhid yang sempurna, sehingga ia tidak mudah goyah, rapuh bahkan kecewa dan putus asa.

Rintihan Jiwa
Walau bagi manusia untuk menyatakan yang benar itu susah dan untuk berucap yang salah itu sangat mudah dia lakukan, karena mungkin hegemoni sebuah loyalitas zaman yang berubah dan di jadikan sebagai alasan pembenaran. Namun ketika orang berbicara kebenaran atau kepastian untuk menunjukkan kejelasan sebuah prinsip terhadap konsistensi jiwa, tentu saja nilai-nilai hakiki tentang kehidupan akan selalu berhubungan dengan moralitas atau etika keadaban manusia yang harus di penuhi. Sehingga problematika tentang kegaduhan, kebimbangan, kegalauan dan bahkan trauma dalam memandang sesuatu yang naif adalah bentuk penyimpangan psykologis yang di identikkan dengan psycosomatic yang memerlukan terapi sosial agamis \atau terapi spritualitas.
Dalam banyak hal pada setiap lembar kamus alam telah memberi pelajaran pada kita bahwa dengan munculnya berbagai fenomena hidup yang kadang tak mampu di tangkap rasionalitas manusia, adegan-adegan kosmis yang membawa sindrom baru tentang hidup manusia adalah sebuah desain dan formulasi yang membingungkan. Apakah manusia harus kembali pada orientasi zaman lampau dimana sistem nilai yang tumbuh dan berakar pada sendi-sendi kehidupan yang serba ortodoks ataukah kemudian manusia harus memulai hidup dengan konsep gila untuk menata hidupnya kemasa depan?
Sederet imajinasi dan fenomena sosial yang terjadi telah mengundang perhatian banyak pihak untuk memberi pencerahan terhadap nilai-nilai kehidupan nyata. Berbagai gerakan pencerahan yang di lakukan untuk membentuk sebuah pribadi sederhana dan mampu menangkap sinyal-sinyal realitas yang terpendam. Walau demikian di berbagai sudut negeri masih saja terjadi kesenjangan dan praktek-praktek ketidak adilan yang nota bene adalah penzaliman terhadap sesama kaum penghamba di mata Tuhan. Sebuah pesan dari fatwa-fatwa kebenaran mencoba memberi ruang pada bilik-bilik jiwa manusia, sentuhan paradigma ketulusan untuk memberi warna pengabdian sesungguhnya, hingga nurani dapat berkata sesuai kehendak dari bisikan kebenaran yang hakiki. Dari pesan-pesan kebenaran itu menginspirasi lahirnya gerakan jalan lurus untuk mewadahi terbentuknya pencerahan nurani atas ketimpangan moralitas yang terjadi.  
Gerakan jalan lurus atau gerakan nurani adalah sebuah gerakan moral yang bertujuan untuk memberi pencerahan pada jiwa yang bisu, pekak dan tuli, agar dalam kehidupan kita sebagai hamba dapat beroleh jalan yang lurus berdasarkan risalah kebenaran yang nyata sebagai pembawa amanah yang mulia. Gerakan ini sesungguhnya telah merasuk pada lubuk hati bagi jiwa penghamba, walau kemudian mereka tidak mengejawantahkan dalam nilai-nilai kehidupannya, itu telah berarti penzaliman terhadap dirinya sendiri. Pandangan-pandangan yang jernih dan lahir melalui kesadaran nurani bagi manusia merupakan sebuah revolusi mental terhadap upaya upaya perubahan diri, sehingga pada taraf dimana manusia dapat memperoleh reputasi yang tinggi dapat pula menunjukkan bahwa apa yang kemudian ia lakukan adalah penyederhanaan kebajikan dari hakikat pandangan secara maknawi, sebagai hamba Tuhan pada sebuah jalan yang tanpa kecuali setiap manusia harus pula melaluinya.
Hal ini tentu adalah lazim karena manusia memiliki karakter yang unik dan selalu dipahami, sehingga kadangkala sifat dan tindakan yang ia lakukan selalu tidak bersesuaian antara perkataan dan perbuatan sebagai konsekwensi nuraninya. Disana manusia perlu mendapat bimbingan rohani, pelatihan mental dan pencerahan watak di dalam menjalani aktifitas hidup menuju cita cita material yang ia capai dengan sempurna. Manusia selalu memiliki keinginan dan cita cita yang tinggi, manusia selalu mempunyai mimpi mimpi indah dan imajinasi yang cemerlang, namun tak mudah untuk mewujudkannya. Kreatifitas yang berliku dan tanpa batas adalah hal biasa dimana manusia selalu mencoba dengan konstruk fikir dan nalar yang tajam, namun apa yang terjadi adalah pada batas maksimal upaya manusia dari factor trasendental ketergantungan,   harus dipahami bahwa sesungguhnya ada nilai supra dibatas alam ini yang menentukan segala kepastian yang sempurna. Manusia punya rencana dan Allah pun punya rencana namun rencana Allah lah yang lebih pasti. Tapi apakah manusia tidak pernah menyadari akan keterbatasan dirinya, ia lahir tanpa apa apa lantas kemudian ia dirawat dan dibesarkan tanpa sebuah kemampuan apa apa pula, hingga iapun tumbuh dewasa dan berhasil. Setelahnya ia merasa bahwa semua apa yang ia miliki merupakan upaya baginya berdasarkan kemampuan nalarnya termasuk kesuksesan yang ia peroleh. Padahal atas serentetan semua peristiwa yang menyelimuti alam hidup manusia termasuk fenomena ajaib yang tak mampu dijawab oleh alam fikiran kita, adalah ujian Allah bagi orang orang yang mau berfikir dan mau menggunakan nalarnya. Namun adakah ruang untuk menterjemahkan kejadian alam ini dengan kemampuan rasio berfikir? Adakah pencipta selain Allah yang menggerakkan perjalanan tata surya tanpa rumus dan angka angka namun dengan kenyataan yang pasti? Sungguh manusia tidak pernah menyadari bahwa keberadaan dirinya hanyalah di utus untuk menjelajahi alam ini agar ia mau menggunakan akalnya untuk berfikir. Betapa maha kuasanya Allah menciptakan alam ini, dengan tujuh petala langit yang ditinggikan dan tujuh lapis bumi dihamparkan tanpa manusia tahu apa apa. Apakah manusia masih akan berlaku sombong dengan mengandalkan  kemampuan akalnya, sementara ia sendiri tanpa tahu kapan ia dilahirkan dan kapan pula ia akan dimatikan.
Dengan semakin mendekatnya kecenderungan tanda tanda zaman terhadap perubahan sudut pandang maknawi maka selayaknya kita patut mempersiapkan diri dengan menumbuhkan gerakan revolusi mental melalui konsep spritualisme religius dalam bentuk bentuk kehidupan nyata dan dinamis. Kehidupan yang bahagia dan abadi hanya akan dapat diperoleh melalui jalan lurus menuju pintu pintu ma’rifat, agar kita dapat beroleh nikmat dan berkah yang agung berdasarkan kehendak Allah maha kuasa pemilik alam ini seluruhnya. Doa yang tulus menyertai jiwa jiwa yang suci untuk meniti jalan anugerah melalui tangga tangga keikhlasan yang sempurna menuju liqa Allah. Amin, amin ya rabbal alamin. 
Dalam rangka pengabdian itu manusia harus memiliki landasan moral dengan jiwa yang suci, harus memiliki kepatuhan pada norma-norma dan etika. Setiap hamba harus dapat mengejawantahkan nilai-nilai dan norma yang berlandaskan pada kesucian jiwanya, sehingga apa yang akan di emban sebagai amanah akan memiliki aplikasi yang murni terhadap pengabdiannya. Namun teramat sulit untuk merekonstruksi jiwa yang sudah terlanjut kotor dan bengis, karena ia telah bercampur aduk dengan sifat-sifat kebinatangan yang selalu di kendarai oleh nafsu dunianya sendiri tanpa berusaha untuk mensucikannya kembali.
Ketika Jiwa saat masih berdiri sendiri dan memiliki cahaya sendiri tanpa ada yang menutupinya, sehingga pintu-pintu kosmis masih terbuka untuk memandangi kegaiban secara maknawi. Jiwa masih belum berbaur dengan unsur materi yang memiliki kemauan, kehendak dan nafsu, jiwa masih memiliki kesadaran, kemurnian, ketaatan dan kepatuhan, sehingga ia memiliki hakikatnya sendiri tanpa keterpengaruhan. Namun manusia adalah makhluk yang memiliki replika keduanya, di samping ada unsur jiwa yang suci juga manusia memiliki  raga yang tersusun dari unsur-unsur materi, sehingga memiliki dorongan sifat-sifat kemanusiaan yang di kendarai oleh protektif nafsu untuk melakukan sifat-sifat kehambaan terhadap kemegahan duniawi yang cenderung deflektif. Sehingga terjadi pertentangan di antara keduanya dan menimbulkan dekadensi atau kemorosotan yang cukup drastis. Kemerosotan dan gradasi tingkat penyadaran hakikat diri menyebabkan ruang-ruang qalbu telah dominan pada keangkuhan tanpa cahaya, sehingga cenderung menimbulkan sikap dan tindakan destruktif yang jauh meninggalkan  pesan-pesan kebenaran. Jiwa telah tertutupi kegelapan, nurani telah tertutupi oleh gemelayut irama hedonisme dunia yang bebas tanpa moral dan adab. Refleksi keindahan dunia nyata telah jauh membawa pikiran manusia untuk melampaui batas dari sifat-sifat yang mengandung kebenaran.
Hati yang ibarat rem seharusnya dapat menghentikan laju kendaraan pikiran dan nafsu yang mengendarai jiwa manusia untuk melakukan sebuah kemungkaran, namun ia akan berjalan tanpa cahaya yang dapat menerangi arah pandang yang akan di laluinya, karena hati tak lagi memiliki cahaya iman untuk mencerah arah pandang hakiki bagi eksistensi manusia itu sendiri. Manusia lupa diri, manusia terlupa dari mana ia di lahirkan! Manusia tenggelam dalam lautan maksiat yang mendurhakai dirinya sendiri. Hingga pada kenyataan hidupnya di dunia yang serba megah, membenamkan kesucian yang melandasi iman, menenggelamkan hakikat pencahayaan pada dirinya untuk bangkit menyatakan ketinggian akan nila-nilai perwujudan kebenaran yang di embannya. sebagai konsekwensi utama atas kehadiran dirinya di atas dunia yang fana.
Manusia harus melakukan perenungan untuk menyadarkan dirinya kembali, harus mengingatkan janji-janji suci pada pertalian ruhnya, ketika ia masih di alam ruh. Manusia harus membersihkan dirinya dari selaput dosa yang melilit pada jiwanya dan manusia harus banyak beristighfar memohonkan doa dan keampunan, agar jiwa yang terbenam dengan kegelapan dapat memancarkan cahayanya kembali, dapat  memiliki sinar pencerahan hingga kelak dalam hidupnya akan menunjukkan amanah dalam tanggung jawab yang di bawanya sebagai konsekwensi hidupnya.
Share:

Recent Posts

Contact Us

Nama

Email *

Pesan *