Fenomena Pulau cinta

Fenomena Pulau Cinta 

Mata terbelalak dan perlahan terbuka memandangi panorama alam yang asri, dari bening cahaya sinar mentari yang memancar jauh di ufuk timur. Maha karya Tuhan Pencipta menghampar hijau nan kokoh yang terlihat jelas di penghujung samudera. Sebuah bukti nyata dari fenomena jagad yang indah dengan keping-keping anugerah yang mengapung teduh diatas bahari, hingga badai kencang berhembus dan menghempas jauh.

Dibawah kaki-kaki senja fatamorgana yang indah, awan putih berjalan hingga menutupi cahaya lembayung menghias langit, ombak memecah putih dengan gelombang laut bergulung menggoyang bahtera sedang berlayar, walau akhirnya dengan perasaan cemas dan berdebar hingga kita sampai berpijak pada tanah yang kokoh di sebuah pulau CINTA.

Demi pada dewa bintang yang menunjuk api-api pencerahan, cahaya yang menerangi jalan-jalan kegelapan. Betapa arus khayal yang melambungkan imajinasi hendak mengantarkan pikiran ini untuk patuh pada ngarai kebajikan, tinggal berteguh jiwa dengan menatap asa dan bahagia bagai bidadari yang menikmati hidup indah disebuah taman firdaus. Alangkah indahnya hidup ini dengan suasana asri ditiup angin basah dipagi hari, suara burung bersahutan seakan memberi berita gembira bahwa kita sedang dalam pengembaraan syahdu, sedang menikmati perjalanan menuju wisata abadi dengan dayang-dayang megah.

Hingga tanpa terasa, kita telah meneguk air suci di pulau ini berbilang tahun untuk membesarkan raga, kita telah mengikhlaskan hati ini demi pada tugas dan pengabdian untuk sebuah amanah yang agung. Walau diantara sisi kehidupan, banyak kita jumpai aral yang melintang untuk mempertautkan jiwa ini dengan keadaan yang sangat mengharukkan. Sebuah keteguhan kita perhadapkan, sebuah ketulusan kita pertaruhkan dan demi keikhlasan untuk semata mengabdi dan membesarkan pulau ini, pulau yang kelak akan membawa kita pada sebuah tujuan yang belum pasti, namun semangat tak pernah surut hingga sekalipun kita dianggap sebagai orang asing DI NEGERI SENDIRI yang tak memiliki apa-apa.

Demi pada leluhur pemegang aura yang membangkitkan, niscaya dengan hati suci semangat telah kami kibarkan, perdengarkan dengan suara-suara ketulusan kami kobarkan perjuangan, tanpa tersisa pada dinding-dinding jiwa kami, kebaktian untuk membangun negeri telah kami persembahkan. Demi pada cinta yang mendasarkan tanggung jawab untuk meraih kemenangan, untuk menggapai cita-cita dan untuk menjunjung keberhasilan hingga mata membelalak dengan jerih payah pengabdian akan terpatri hakiki perjuangan sesungguhnya sebagai bukti pengabdian di pulau ini.

Masih adakah harapan tersisa walau sekedar menyambung nafas agar tidak terlepas dari raga dan untuk agar hidup ini menjadi tenang, masih adakah tanah sejengkal untuk tempat berpijak agar tegak berdiri dari goncangan bumi yang akan melanda. Walau sekedar imajinasi yang selalu mengutak atik konstruksi nalar tapi itu bukan kegalauan, itu bukan kecemasan dan kegelisahan, namun semua itu adalah ilustrasi hidup yang menggambarkan bahwa suatu ketika nanti akan tiba masa kezaliman diantara manusia yang tidak mengenal adab dan budaya, etika dan moral sehingga akan terjadi canibalisme sosial diantara manusia dalam susunan peradaban.

Tapi apakah pulau ini, pulau cinta yang memberi perlindungan hikmah, pulau kebajikan yang memberi naungan kebesaran bagi orang-orang yang membawa kebenaran untuk sebuah masa akan datangnya kejayaan, dapat menjamin keberlangsungan hidup hingga di bumi kelapa merupakan pulau harapan untuk tempat berlabuh yang teduh dan damai. Sebuah keyakinan yang tetap tumbuh dan abadi bahwa pengabdian adalah tujuan dan keikhlasan adalah ruhnya, maka tak perlu galau “ WAWONII “ adalah kecintaan, fenomena pulau cinta yang Allah akan selalu memberi spirit kemajuan dan hikmah, yang memberi perlindungan dan hidayah untuk kemaslahatan yang Allah peruntukkan pula.

Dalam konteks gradasi sosial manusia menjadi pilihan karena memiliki akal, hati dan jiwa yang berfungsi selaras dan seimbang. Ada skema heliocentris untuk meluruskan pusaran kehidupan dengan watak-watak yang berimbang, karena itu manusia mulia pada nalarnya, mulia pada hati dan jiwanya untuk mengejawantahkan nilai-nilai amanah pada sikap dan tindakannya agar bernilai hikmah dan kebajikan. Karena itu lingkaran pulau ini yang berbentuk hati atau cinta memberi kiasan akan eksistensi rangkaian psykologis setiap manusia yang hidup dan mendiami pulau ini untuk memiliki pemikiran yang positif, mempunyai hati dan jiwa yang teduh untuk melahirkan sikap serta tindakan yang bijak untuk kepentingan kemaslahatan semuanya.

Pada tataran ini tentunya Wawonii sebagai cinta dan tempat hidup adalah milik semua dan semua yang memiliki cinta adalah pemilik sah pulau wawonii tanpa pembedaan. Jika hidup mendasarkan cinta pada pengabdian maka marilah kita menyatukan cinta dalam perbedaan untuk menjadikan sebuah kekuatan keabadian dalam membangun negeri ini, pulau cinta yang memiliki hikmah untuk saling menyayangi tanpa kecuali.

Wawonii adalah fenomenal dan sejatinya wawonii sebagai jiwa kita. Gunung Waworete yang berarti bukit yang rata menunjukkan identitas kesamaan dan pemerataan, melukiskan kebersamaan dan keselarasan hidup sehingga kemudian wawonii sebagai milik kecintaan adalah gambaran yang mencerminkan nilai-nilai kesamaan tanpa perbedaan, nilai-nilai kebersamaan tanpa pengecualian. Oleh karena itu diantara kita seyogyanya terjalin sebuah kebersamaan, persatuan serta persaudaraan hidup menuju pencapaian cita-cita tanpa pembedaan suku, ras dan golongan untuk kesejahteraan Konawe Kepulauan yang kita cintai.


Langara, 13 Maret 2016

WAWONII BERSINAR 

 

Share:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Recent Posts

Contact Us

Nama

Email *

Pesan *