Memaknai Wawonii itu amat persepsial, tergantung pada sisi mana kita melihatnya. Dalam konteks artikulasi makna bahasa dapat dipahami sebagai Bukit Kelapa, Wawo dalam bahasa Wawonii berarti Diatas, ketinggian atau bukit sedangkan Nii artinya Kelapa. Namun dalam pemahaman Filosofis Wawonii berarti Bukit Kemakmuran, karena dibumi Wawonii terdapat banyak potensi sumber daya alam yang jika dikelola dengan baik akan memberi kesejahteraan hidup bagi masyarakat Wawonii.
Wawo dan Nii memiliki filosofi ketinggian, yang berarti bahwa ada sebuah harapan dan cita-cita yang ingin dicapai oleh masyarakat dan daerah dalam rangka menciptakan kesejahteraan melalui upaya pengembangan potensi yang ada di pulau wawonii, agar setiap orang baik bersifat individu maupun comunal dapat merasakan kenikmatan hidup dibumi wawonii.
Dari sudut pandang antropologi budaya wawonii dapat dipahami sebagai entitas manusia yang mengikat dalam kelompok etnis atau suku dan bahasa yang satu sebagai komunitas masyarakat yang berinteraksi sosial dalam komunitas indogen yang mendiami pulau wawonii sejak awal.
Walau demikian dalam konteks kekinian Wawonii perlu reorientasi pemahaman perspektif sebagai masyarakat yang mendiami secara gobal baik pada komunitas penghuninya maupun pada pranata sosial yang tumbuh sebagai budaya dan nilai-nilai peradaban. Di wawonii atau pulau wawonii terdapat banyak suku dan etnis yang telah tinggal lama dan hidup berdampingan serta telah kawin mawin antar berbagai suku dan golongan dalam beberapa generasi, sehingga kemudian terjadi pembauran, elaborasi sosial untuk hidup bersama dan memiliki kepentingan hidup yang sama. Hal ini tentu amat sulit untuk membedakan mana suku wawonii asli atau pribumi dan mana suku atau etnis pendatang. Karena itu kemudian untuk memahami orang wawonii dalam konteks kekinian dapat dilihat pada 4 (empat ) azas yakni :
1. Azas IusSanguinis atau azas keturunan
Pada azas keturunan ini dapat memberi pemahaman bahwa sekalipun dia berada dan lahir di daerah lain, memiliki bapak atau ibu dari salah satu suku atau etnis yang lain, namun dia masih punya keturunan orang atau suku wawonii salah satu diantara kedua orang tuanya maka dia masih termasuk dalam kategori orang wawonii. Azas ini bukan mendasarkan pada dimana dia berasal atau tempat dimana ia lahir, namun penekanannya adalah dia anak siapa dari salah satu turunan orang wawonii.
2. Azas ius Soli atau azas kelahiran
Dalam pemahaman azas kelahiran bahwa sekalipun ia tidak memiliki keturunan dari salah satu atau kedua-duanya dari orang wawonii, tetapi ia telah lahir dan tertumpah darahnya dibumi wawonii maka ia pun telah menjadi orang wawonii.
3. Azas Domisili atau Kependudukan
Azas ini memberi perhatian pada tempat dimana ia tinggal dan hidup untuk beraktifitas dalam jangka waktu tertentu sehingga ia secara hukum dan administratif dapat memperoleh hak sipil sebagai warga atau penduduk disuatu tempat dimana ia berdomisili atau tinggal. Sehingga kemudian dia berhak menyandang sebagai orang wawonii karena telah memiliki hak sipil menjadi warga di pulau wawonii.
4. Azas Filosofis
Azas ini memberi makna bahwa setiap orang yang ada dibumi wawonii baik ia bukan sebagai turunan dan bukan pula ia lahir dan tertumpah darahnya serta dia tidak memiliki legalitas hukum dan administrasi sebagai warga sipil yang memiliki hak domisili atau penduduk tetapi ia telah mencari hidup dan tinggal di wawonii dan bahkan telah meminum air kelapanya wawonii maka ia telah tergolng sebagai orang wawonii.
Untuk menjadi orang wawonii dalam azas ini adalah perkara mudah tetapi memiliki konsekwensi moral yang amat tinggi, karena itu setiap orang memandang azas ini hanyalah ilustrasi penggambaran akan kondisi kehidupan yang lazim dan tidak normatif, namun memiliki kandungan moral dan tamggung jawab nurani yang amat berat ketimbang hanya memiliki legalitas formal untuk sebuah identitas pengakuan secara hukum dan administrasi semata.
Jadi menurut hemat penulis bahwa isu-isu tentang putra daerah dan non putra daerah dibumi wawonii yang sudah terjadi pembauran pada lapis-lapis generasi keturunan hanyalah membuka celah dan potensi timbulnya gradasi sosial yang bersifat negatif dan sangat merugikan untuk sebuah kebersamaan, persatuan dan persaudaraan wawonii sebagai komunitas masyarakat yang santun, bijak dan berbudaya. Wawonii adalah milik kita dan milik semua orang yang berdiam dan hidup dibumi kelapa, entah dia suku apa dan dimana ia berasal namun ia memiliki komitmen integritas untuk membangun wawonii sebagai daerah dan tempat dimana ia mencari hidupnya sendiri.
Dari banyak persepsi tentang wawonii, namun memiliki kandungan makna hakiki yang sangat dalam bahwa sesungguhnya wawonii adalah DIRI KITA, karena sesungguhnya yang memberi pemaknaan terhadap wawonii agar memiliki nilai adalah diri kita sendiri. Manusia memiliki hati dan jiwa dan manusia memiliki kebajikan untuk memaknai pulau ini sebagai pulai hati. Makna kandungan kebajikan yang dimiliki adalah wilayah tranasndental maknawi yang harus diterjemahkan pada kondisi perubahan tata nilai, perubahan fisik material agar wawonii merupakan puncak cita-cita yang harus dicapai lewat pembangunan dalam berbagai sektor dan aspek kehidupan nyata untuk kesejahteraan.
Mari kita semua menghargai keanekaragaman sebagai rahmat, perbedaan pemahaman dan gagasan adalah kekuatan untuk menjunjung persatuan, tanpa itu wawonii tidak akan berkembang dan maju. Hal ini dapat menunjukkan bahwa wawonii adalah kita dan KITA adalah Wawonii.
" KAU TORA KAKU TORA, KATO PADA TORA, KAI TORA INIA KATO TORA"
Arief Gazali Sidek
WAWONII BERSINAR
Tidak ada komentar:
Posting Komentar